kami bukan perampok
Pengertian gaya
Secara umum,
gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah
laku, dan sebagainya (Keraf, 2002 : 113). Dengan demikian, segala perbuatan
manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah dia sebenarnaya atau
segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam hubungan dengan karya
sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat tentang gaya yang sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut. Istilah gaya berpadanan dengan
istilah stylos (Aminuddin 1995 : 1). Secara umum makna stylus adalah
bentuk arsitektur, yang memiliki ciri
sesuai dengan karaktristik ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna
alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya. Terdapat
dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan istilah style selain
dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verba. Secara etimologis
stylistis berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics
dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya. Gaya ialah cara pengungkapan dalam
tulisan atau ujaran; penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam
mengungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda
kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain
dan juga lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang
akan berubah menjadi karya sastra.
Majas
Majas atau gaya
bahasa dalam karya sastra banyak kita temukan. Tanpa keindahan bahasa karya sastra akan menjadi
hambar. Dibawah ini akan dijelaskan tentang majas dan fungsi majas serta
macamnya.
Pengertian dan Fungsi Majas
Majas adalah
bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis
untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan 1985 : 179). Nurgiyantoro (1998 : 297) menyatakan bahwa permajasan
adalah (figure of thought) merupakan teknik pengungkapan bahasa,
penggaya bahasan yang maknanya tidak menujuk pada makna harfiah kata-kata yang
mendukung, melainkan pada makna yang ditambah, makna yang tersirat. Jadi
permajasan adalah gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan
memanfaatkan bahasa kias. Sedangkan Waluyo (1995 : 83) majas dengan figuran
bahasa yaitu penyusunan bahasa yang bertingkat-tingkat atau berfiguran sehingga
memperoleh makna yang kaya. Dengan demikian fungsi majas untuk menciptakan efek
yang lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam karya sastra. Pradopo
(2002 : 62) menjelaskan bahwa majas meyebabkan karya sastra menjadi menarik
perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan
gambaran angan. Perrine (dalam Waluyo, 1995 : 83) menyebutkan bahwa majas
digunakan untuk (1) menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) menghasilkan imaji
tambahan sehingga hal-hal yang abstrak menjadi kongrit dan menjadi dapat
dinikmat pembaca, (3) menambah intensitas perasaan pengarang dalam
menyampaiakan makna dan sikapnya, (4) mengkonsentrasikan makna yang hendak di
sampaikan dan cara-cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat. Dari beberapa pengertian yang ada di atas
maka dapat disimpulkan bahwa majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau
seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan perasaan dan
buah pikir yang terpendam didalam jiwanya. Dengan demukian gaya bahasa dapat
membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat menghindari hal-hal
yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan.
PENGGUNAAN
MAJAS DALAM PUISI TEMBANG ALAM KARYA SITOR SITUMORANG
Tembang
Alam
aku ingin menyanyi agar awan itu pun
hinggap di pohon-pohon
sementara burung-burung kutilang
menabur mimpiku ke ladang-ladang
matahari tak perlu dikhawatirkan
seperti apa yang dijanjikan bulan
sehabis geram membakar rerumputan
ia pun pasti tenggelam.
awan hanya lewat, tapi tak hinggap
salamnya saja yang hangat lengkuas
burung-burung kembali beterbangan
sambil menirukan hatiku yang berkicau
aku ingin menyanyi agar awan itu pun
hinggap di pohon-pohon
sementara burung-burung kutilang
menabur mimpiku ke ladang-ladang
matahari tak perlu dikhawatirkan
seperti apa yang dijanjikan bulan
sehabis geram membakar rerumputan
ia pun pasti tenggelam.
awan hanya lewat, tapi tak hinggap
salamnya saja yang hangat lengkuas
burung-burung kembali beterbangan
sambil menirukan hatiku yang berkicau
Gaya
Bahasa :
Sajak di atas mengandung beberapa gaya bahasa. Kata-kata yang mengandung gaya bahasa tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.
Sajak di atas mengandung beberapa gaya bahasa. Kata-kata yang mengandung gaya bahasa tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.
Hiperbola
Gaya bahasa tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata sehabis geram membakar rerumputan. Kata ‘membakar’ mengandung kesan dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan. Sejatinya, kata tersebut diperuntukkan matahari yang dengan panasnya yang mengenai rerumputan. Penggunaan kata ‘membakar’ mengesankan bahwa panas matahari yang digambarkan menyorot pada rerumputan benar-benar panas sekali. Memang benar, namun terkesan dilebih-lebihkan dari kenyataan. Oleh karena itu, bolehlah dikata bahwa barisan kata itu mengandung unsur hiperbola.
Analisis Bahasa Kiasan :
Sajak di atas mengandung beberapa bahasa kiasan. Kata-kata yang mengandung bahasa kiasan tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.
Gaya bahasa tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata sehabis geram membakar rerumputan. Kata ‘membakar’ mengandung kesan dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan. Sejatinya, kata tersebut diperuntukkan matahari yang dengan panasnya yang mengenai rerumputan. Penggunaan kata ‘membakar’ mengesankan bahwa panas matahari yang digambarkan menyorot pada rerumputan benar-benar panas sekali. Memang benar, namun terkesan dilebih-lebihkan dari kenyataan. Oleh karena itu, bolehlah dikata bahwa barisan kata itu mengandung unsur hiperbola.
Analisis Bahasa Kiasan :
Sajak di atas mengandung beberapa bahasa kiasan. Kata-kata yang mengandung bahasa kiasan tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.
Simile
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata matahari tak perlu dikhawatirkan seperti apa yang dijanjikan bulan. Penggunaan kata ‘seperti’ menunjukkan secara eksplisit mengenai perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, ‘apa yang dijanjikan bulan’ dibandingkan dengan ‘pengkhawatiran akan matahari’. Maka, dapat dikatakan bahwa baris kata-kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan simile (perbandingan).
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata matahari tak perlu dikhawatirkan seperti apa yang dijanjikan bulan. Penggunaan kata ‘seperti’ menunjukkan secara eksplisit mengenai perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, ‘apa yang dijanjikan bulan’ dibandingkan dengan ‘pengkhawatiran akan matahari’. Maka, dapat dikatakan bahwa baris kata-kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan simile (perbandingan).
Personifikasi
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata awan itu pun hinggap di pohon-pohon. Kata kerja ‘hinggap’ dilekatkan pada subjek ‘awan’. Hal ini mengisyaratkan bahwa awan dapat melakukan pekerjaan ‘hinggap’ laiknya yang bernyawa. Ada aspek penginsanan sesuatu yang tak bernyawa, yakni awan bisa hinggap di pohon-pohon. Kata kerja memuntahkan ini kerap kali digunakan dalam subjek yang bernyawa sehingga ada kesan pekerjaan yang sifatnya manusiawi dalam penggunaan kata tersebut.
Selain itu, ada pula kata-kata apa yang dijanjikan bulan. Dalam hal ini, kata-kata tersebut mengandung makna bahwa bulan dapat berjanji. Ada apek penginsanan di sini. Oleh sebab itu, barisan kata itu mengandung bahasa kiasan personifikasi.
Bahasa kiasan personifikasi juga tampak pada kata-kata burung-burung kutilang menabur mimpiku ke ladang-ladang. Dalam hal ini, burung kutilang digambarkan bisa melakukan hal berikir dan bertindak, yakni ‘menabur mimpi’. Oleh karena itu, barisan kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan personifikasi.
Di samping itu, ada pula kata-kata awan hanya lewat, tapi tak hinggap. Di sini, tersirat bahwa awan dapat melakukan pekerjaan laiknya yang bernyawa. Awan digambarkan dapat lewat dan hinggap layaknya sesuatu yang bernyawa. Maka, kata-kata dalam larik tersebut mengandung personifikasi.
Personifikasi juga muncul dalam kata-kata hatiku yang berkicau. Dalam hal ini, digambarkan bahwa hati yang merupakan benda mati dapat berkicau atau berbicara layaknya benda hidup. Memang bisa, namun bukan hati yang dalam artian fisik, hati yang tergambar dalam sajak ini seolah-olah dalam konteks fisik sehingga dapat dikatakan bahwa kata-kata ini mengandung bahasa kiasan personifikasi.
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata awan itu pun hinggap di pohon-pohon. Kata kerja ‘hinggap’ dilekatkan pada subjek ‘awan’. Hal ini mengisyaratkan bahwa awan dapat melakukan pekerjaan ‘hinggap’ laiknya yang bernyawa. Ada aspek penginsanan sesuatu yang tak bernyawa, yakni awan bisa hinggap di pohon-pohon. Kata kerja memuntahkan ini kerap kali digunakan dalam subjek yang bernyawa sehingga ada kesan pekerjaan yang sifatnya manusiawi dalam penggunaan kata tersebut.
Selain itu, ada pula kata-kata apa yang dijanjikan bulan. Dalam hal ini, kata-kata tersebut mengandung makna bahwa bulan dapat berjanji. Ada apek penginsanan di sini. Oleh sebab itu, barisan kata itu mengandung bahasa kiasan personifikasi.
Bahasa kiasan personifikasi juga tampak pada kata-kata burung-burung kutilang menabur mimpiku ke ladang-ladang. Dalam hal ini, burung kutilang digambarkan bisa melakukan hal berikir dan bertindak, yakni ‘menabur mimpi’. Oleh karena itu, barisan kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan personifikasi.
Di samping itu, ada pula kata-kata awan hanya lewat, tapi tak hinggap. Di sini, tersirat bahwa awan dapat melakukan pekerjaan laiknya yang bernyawa. Awan digambarkan dapat lewat dan hinggap layaknya sesuatu yang bernyawa. Maka, kata-kata dalam larik tersebut mengandung personifikasi.
Personifikasi juga muncul dalam kata-kata hatiku yang berkicau. Dalam hal ini, digambarkan bahwa hati yang merupakan benda mati dapat berkicau atau berbicara layaknya benda hidup. Memang bisa, namun bukan hati yang dalam artian fisik, hati yang tergambar dalam sajak ini seolah-olah dalam konteks fisik sehingga dapat dikatakan bahwa kata-kata ini mengandung bahasa kiasan personifikasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai gaya bahasa dan bahasa kiasan, dapat disimpulkan bahwa sajak Sitor Situmorang yang berjudul Topografi Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paralelisme, paradoks, dan bahasa kiasan personifikasi, metafora. Sedangkan sajak Sitor Situmorang yang berjudul Tamasya Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paradoks, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Selain itu, pada sajak karya D. Zamawi Imron mengandung gaya bahasa hiperbola, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Mengenai data di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga sajak itu didominasi oleh gaya bahasa hiperbola dan bahasa kiasan simile dan personifikasi. Oleh karena itu, ketiga sajak tersebut memang mengandung unsur gaya bahasa dan bahasa kiasan dalam setiap susunan kata-katanya.
Daftar Pustaka
Imron, D. Zamawi. 1999. Madura, Akulah Darahmu. Jakarta : Grasindo.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Situmorang, Sitor. 1982. Angin Danau. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. Cetakan Pertama.
Berdasarkan hasil analisis mengenai gaya bahasa dan bahasa kiasan, dapat disimpulkan bahwa sajak Sitor Situmorang yang berjudul Topografi Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paralelisme, paradoks, dan bahasa kiasan personifikasi, metafora. Sedangkan sajak Sitor Situmorang yang berjudul Tamasya Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paradoks, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Selain itu, pada sajak karya D. Zamawi Imron mengandung gaya bahasa hiperbola, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Mengenai data di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga sajak itu didominasi oleh gaya bahasa hiperbola dan bahasa kiasan simile dan personifikasi. Oleh karena itu, ketiga sajak tersebut memang mengandung unsur gaya bahasa dan bahasa kiasan dalam setiap susunan kata-katanya.
Daftar Pustaka
Imron, D. Zamawi. 1999. Madura, Akulah Darahmu. Jakarta : Grasindo.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Situmorang, Sitor. 1982. Angin Danau. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. Cetakan Pertama.
BULUKUMBA,
11 APRIL 2013
TUGAS STILISTIKA
ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI TEMBANG
ALAM “KARYA SITOR SITOMORANG”
DI SUSUN
OLEH
ASNAWAR
2009 310 20 286
B3.SORE
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
2013
Related Article:
0 komentar:
Posting Komentar