KARYA ILMIAH
ANALISIS UNSUR INTRINSIK ROMAN
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
(Karya : Hamka)
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmad-Nya
bagi penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tentang ”Analisis
Unsur Intrinsik Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya : Hamka”. Penulis
membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah menulis serta
memperlancar proses belajar-mengajar.
Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pembimbing mata kuliah
”Menulis” Bapak Moch. Malik, S.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan saran
yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terlaksana dengan
baik.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi
penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena itu dengan rasa rendah hati dan
hormat penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun yang
dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hadirnya suatu
karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati
sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan
akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya
hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.
Dalam dunia
kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang bicara
secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan
supra dan supra-rasional (Hardjana, 1981 : 61). Dalam dunia fiksi kadang ada
sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah
seorang penyair mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya
sastra.
Dalam dunia
kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi
pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu
merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu
(Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra
merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif)
pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik.
Disamping itu,
pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan
untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan
unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan
hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud
dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh
pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu
sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang
meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa unsur pembangun dalam karya sastra ada dua, yakni unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Pada makalah ini penyusun akan
menganalisis karya sastra yang berbentuk roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijch” Karya Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka).
1.2.2 Penegasan Konsep Variabel
Dalam makalah ini penulis
hanya menganalisis satu variabel yaitu : tentang analisis unsur intrinsik pada
roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya (Hamka).
1.2.3 Deskripsi Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu
meluas, maka penyusun membatasi analisis terhadap cerpen ”1” tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck Karya Haji Abdul Karim Amirullah (Hamka) dengan melihat unsur
intrinsiknya yaitu : 1). Tema 2). Tokoh 3). Sudut Pandang.
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memberikan pengetahuan tentang unsur intrinsik terutama pada tema, tokoh,
dan sudut pandang pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
1.4 Pengertian
istilah dalam judul
Judul dalam makalah ini adalah unsur
intrinsik pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka. Untuk
menghindari terjadinya salah tafsir dan salah persepsi terhadap permasalahan dalam judul ini, maka penulis
menjelaskan tentang istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut :
Unsur intrinsik adalah unsur yang
ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut
pandang.
1.5 Sistematika
Penulisan
Untuk
memberikan gambaran dalam makalah ini, maka dalam sistematika penulisan
digambarkan secara singkat mengenai isi makalah ini.
Bab I
Pendahuluan, didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan
terdiri dari atas rumusan masalah, penegasan konsep variabel, deskripsi
masalah, tujuan pembahasan, pengertian istilah dalam judul dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian
Teoritis, pada bab ini penulis akan menguraikan sebagai berikut : pengertian
prosa fiksi, unsur intrinsik karya sastra, pengertian tema, tokoh, dan sudut
pandang.
Bab IV Penutup,
yang berisi kesimpulan, saran, dan Daftar Pustaka. Dengan bab ini diharapkan
mampu memberikan dambaran tentang isi keseluruhan dari suatu penelitian yakni
dengan kesimpulan-kesimpulan. Selain itu juga dapat memberikan suatu
saran-saran bagi kita untuk menyempurnakan makalah ini.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian
Prosa Fiksi
Sesuatu yang
tidak dapat kita tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk
prosa adalah pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang
dimaksud dengan prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng
mempunyai pemeran lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal
imajinasi, Chamidah, dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah
cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian
tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi
atau peristiwa yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin
(1995) menambahkan bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban
oleh pelaku pelaku tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya
sehingga terjalin suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa
posisi fiksi bermula dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan
yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki
atau esensial prosa fiksi atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : (1) bercerita, sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan
cerita dengan cerita ”To tell a story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan,
sebuah fiksi, sehingga cerita rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif,
dan (3) cerita rekaan disusun dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah
cerita prosa ”A narative prosa”.
Dalam dunia
fiksi terdapat juga kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun
ada perbedaan kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata.
Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan
pengarang, kebenaran yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren,
1989 ; 278-9 Dalan Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya
fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan
namun tidak selalu menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur
intrinsik karya sastra
Cerita rekaan
merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas,
cerita rekaan merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud
adalah unsur intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting,
penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi
zaman, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya
dibicarakan unsur intrinsik karya fiksi.
2.3. Tema,
Tokoh, dan Sudut Pandang
Tema
Menurut
Sudjiman (1988;50) menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama
yang mendasari suatu karya. Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi
dasar sebuah karangan. Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema
merupakan makna yang terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an
Werren (dalam Tarigan. 1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau
maksud cerita dengan kata lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema
dalah masalah pokok yang mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh
cerita tema pada hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan.
Sehingga untuk menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami
ilmu-ilmu humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub
tema. Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa
yang banyak dibicarakan.
Tokoh dan
Penokohan
Tokoh dan
penokohan merupakan hal penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh
dan penokohan akan memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh
sebagai pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
perlakuan berujud manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan.
Tokoh sebagai unsur cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi
tokoh dengan pembaca. Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca,
masyarakat, sehingga kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami
pula oleh pembaca.
Sudut Pandang
(point of view)
a. Pengertian
Sudut Pandang
Sudut pandang
merupakan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut
pandang (point of view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia
merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita
dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro,
2005; 248). Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur
fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak
mau ia harus menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut
pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah
gaya saja, akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
b. Macam-macam
Sudut Pandang
Secara umum
sudut pandang dapat di bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga,
persona kedua dan sudut pandang campuran.
1. Sudut
pandang persona orang tokoh cerita”dia”
Dalam sudut
pandang ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia,
mereka. Sudut pandang dia dan kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan
berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan
ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain
pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertiain” terhadap tokoh ”dia”
yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut
pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut
pandang ini narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si
”Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja
mempunyai nama, namun karena ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang
tersebut. Penyebutan nama si ”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain
yang bagi si ”aku” merupakan tokoh ”dia”.
Dalam sudut
pandang ini adalah sudut pandang yang bersifat internal maka jangkauannya
terbatas. Narator hanya bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak
terhadap orang lain. Sudut pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si
”Aku” dalam cerita, si ”aku” mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi
tokoh tambahan.
3. Sudut
pandang campuran
Pengarang sudut
pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin
berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan
”dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama
dan ”aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan
ketiga, antara ”aku” dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).
BAB III
ANALISIS OBJEK
3.1. Tema Dalam
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch
Tema yang
terkandung dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch adalah tema tradisional
yakni cinta tak sampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh
tembok besar yang disebut adat.Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari
Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak
sampainya cinta sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama
dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema
minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan
lain sebagainya.
3.2. Tokoh
dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Dalam roman
Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin,
Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan
disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik
reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran
tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang
menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base (orang tua angkat dari tokoh
Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah
laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah (bako
tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan
dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung
pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan
kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan
cara-cara yang ada agar lebih efektif dan menarik.
3.3. Sudut
Pandang dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Sudut pandang
yang digunakan dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah sudut pandang
pesona ketiga ”dia” baik sudut pandang ” dia ” maka tahu
(third-person-omnisdient) dan sudut pandang ”dia” terbatas atau ’dia sebagai
pengamat (third-person-iimited)
Sudut pandang
pesona ketiga ”dia” maha tahu (third-person-omnisdient) dalam Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck narator mampu menceritakan sesuatu yang bersifat baik,
dapat diindera, maupun sesuatu yang terjadi dalam hati dan pikiran tokoh,
bahkan lebih dari seorang tokoh. Sehingga pembaca menjadi tahu keadaan
luar-dalam masing-masing tokoh. Misalnya penggambaran tokoh Zainuddin dengan
tokoh Hayati seolah-olah tidak ada rahasiapun tentang yang tidak diketahuinya.
Sudut pandang
persona ketiga ”dia” terbatas (third-person-iimited), tokoh yang paling banyak
perannya dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah Zainuddin dan
Hayati, kedua tokoh utama tersebut digambarkansecara gamblang melalui adanya
deskripsi dan cerita yang lebih merupakan laporan pengamat kepada pembaca.
BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Roman
Tenggelamnya kapal Vander Wijck adalah karya fiksi yang unsur instrinsiknya
sebagai berikut.
1. Temanya
adalah kasih tak sampai
2. Tokoh
utamanya adalah Zainuddin dan Hayati serta ditunjang oleh beberapa tokoh
tambahan lainnya sebagai penunjang tokoh utama.
3. Sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang pesona ketiga ”dia”.
4.2 SARAN-SARAN
Marilah kita
senantiasa buntuk membaca dan menelaah apa yang ada disekitar kita untuk
mempertajam fikiran dalam rangka terbentuknya insal kamil, salah satu caranya
adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan
kehidupan (masalah humanitas).
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.
2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Hamka. 1970. Tenggelamnya
Kapal
ANALISIS
NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJK
Analisis Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan
Hamka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula semua sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982:11). Istilah “religius“ membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (Islam) dalam sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan (syariat) agama yang dipermasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih berkisah pada adanya ketidakbebasan memilih jodoh, ada pihak yang memaksakan kehendak kepada pihak lain yang menyebabkan pihak itu menderita. Para penganut agama Islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula semua sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982:11). Istilah “religius“ membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (Islam) dalam sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan (syariat) agama yang dipermasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih berkisah pada adanya ketidakbebasan memilih jodoh, ada pihak yang memaksakan kehendak kepada pihak lain yang menyebabkan pihak itu menderita. Para penganut agama Islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Pengarang
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.
2.2. Sinopsis
Roman ini menceritakan tentang kisah cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat yang sangat kuat. Zainudin adalah seorang pemuda dari perkawinan campuran Minangkabau dan Makasar, ayahnya Zainudin yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan ke Makasar dan kawin dengan Ibu Zainudin yang berdarah asli Makasar, mempunyai seorang kekasih asal Batipun bernama Hayati, namun hubungan mereka harus berakhir karena adat, karena berdasarkan sebuah rapat, ibu Zainudin tidak dianggap sebagai manusia penuh.
Akhirnya Hayati menikah dengan seorang pemuda bangsawan asli Minangkabau bernama Azis. Mendengar pernikahan itu Zainudin jatuh sakit, akan tetapi berkat dorongan semangat dari Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi Zainudin berangsur-angsur membaik dan pada akhirnya Zainudin menjadi seorang pengarang yang sangat terkenal dan tinggal di Surabaya. Di Surabaya inilah Zainudin bertemu dengan Hayati yang diantar oleh suaminya sendiri Azis, untuk dititipkan kepadanya, kemudian Azis mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun.
Tetapi nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon.
Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.
2.3. Aspek keislaman dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Apabila kita membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam roman tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam roman tersebut bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memperdalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, jadi ulama, sehingga apabila kembali ke kampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli ibadat.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan di atas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukannya, suatu upaya untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadat. Dakwah yang dilakukannya itu sangat halus.
Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syriah, dan Akhlak. Adapun penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aqidah
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“…………..Lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan Merapi sangat keras seruannya kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan dahulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemari pun dari sana. Lepaskan saya berangkat ke sana”. (1986 : 22).
2. Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpun kata syri’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan-raya. Kemudian bermakna jalannya hukum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syri’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang Islam. Hukum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentangan dalam dirinya sendiri.
3. Akhlak
Akhlak Islam adalah suatu sikap mental dan laku perbuatan yang luhur. Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain” (1986 :27).
2.4. Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
1. Tema
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).
2. Alur/plot
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
• Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
• Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57)
• Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
• Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:198)
• Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
3. Setting/latar
Latar dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.
4. Sudut Pandang
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut :
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26)
5. Karakter
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
6. Gaya Bahasa
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..” (1986 :22)
7. Amanat
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini :
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini.
Analisis
Novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" Karya H. Malik Karim
Abdullah (HAMKA)
ANALISIS NOVEL
Tenggelamnya Kapal Van
der Wijck
Karya H.
Malik Karim
Abdullah (Hamka)
Dalam novel ini menyceritakan dimana ada seorang remaja yang
saling menycintai namun tetapi terhalang akan adat yang membelenggu mereka
sehingga cinta murni antara sepasang remaja yang dilandasi keikhlasan dan
kesucian itu pun kandas juga akibat peraturan-peraturan adat pusaka yang kokoh
kuat, dalam suatu negri yang bersuku, berlembaga, yang berkaum kekerabatan dan
berninik-mamak yang masih kental terasa dalam suku minangkabau. Zainuddin dan
hayati namanya dimana sepasang remaja yang dilandasi cinta murni diantara
mereka berdua dan demi mematuhi adat hayati rela berkorban untuk tidak menikah
dengan zainuddin karena zainuddin tidak jelas asal-usulnya keturunannya
sehingga mereka tidak dapat bersatu untuk selamanya , zinuddin pun merantau di
tanah jawa untuk memulai hidup kembali tanpa ada hayati disisinya dan zainuddin
mulai menitikarir sebagi penyair dan sukses .
Akan tetapi takdir
berkata lain mereka berdua dipertemukan kembali dengan keadaan hayati yang
sudah mempunyai suami akan tetapi suaminya
meninggal dunia akibat bunuh diri akibat dililit hutang dan hayati tak
mempunyai tempat tinggal atau punsanak saudara yang hayati punya saat itu
hayalah zainuddin seorang ditanh jawa akan tetapi zainuddin tak mengharapkan
hayati tinggal bersamanya karena takut dikecewakan kembali yang kedua kalinya
sehingga hayati pun memutuskan untuk pulang ketanah asal dan menumpang kapal
van der wijck akan tetapi kapal tersebut telah tenggelam sehingga membuat hati
zainuddin sangat merasa bersalah akibat sudah membiarkan pujaan hatinya pergi
begitu saja untuk selama-lamanya sehingga tubuh zainuddin kian lama kian lemah,
dada sesak, pikiran selalu duka dan sesal tiada berkeputusan dan yang dipandang
hayalah gambar hayati dan diikatkanya didalam selendang yang membalut
kepalanya, sebulan dan seterusnya sehingga zainuddin menutup usia dan
meninggalkan muluk sahabatnya seorang diri serta warisan yang sangat melimpah .
Menurut saya
novel hamka ini banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil sehingga bisa
dijadikan tamsil kita sebagai seseorang yang ingin memperjuangkan sesuatu yang
kita miliki dan novel ini ceritanya sangat menyentuh hati dan
menguras banyak air mata bila kita membacanya dan bila dijadikan film maka cerita ini sangat
banyak di minati oleh semua kalangan yang suka pada cerita ini apalagi novel
ini banyak diminati.
Dan pada sifat zainuddin
sangat sabar dan pantang menyerah dalam menjalankan hidupnya walau
banyak orang yang tak suka padanya.
a.
Pendekatan psikologi
Pendekatan yang dikaji dalam novel ini
adalah pendekatan psikologi.
Karena banyak sekali unsur-unsur kejiwaan yang terkait
dalam novel ini seperti percintaan antara zainuddin dan hayati yang tak bisa
dipisahkan akan tetapi adat yang memisahkan mereka berdua sehingga pendekatan
inilah yang pantas untuk dikaji kedalam novel hamka.
b. Landasan teori
Pendekatan psikologi adalah pendekatan
yang dikaitkan dengan perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Menurut asalnya
katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē
yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya
ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang
mempelajari tentang jiwa. Jadi karya sastra juga masih ada
hubungannya dengan psikologi. Hal ini tidak lepas dari pandangan indualisme
yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Penelitian yang
menggunakan psikologi terhadap karya sastra merupakan
bentuk pemahaman atas penafsiran karya sastra dari sisi
lain (Paryanto, 2003) Orang dapat mengamati tingkah
laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan pertolongan
psikologi. Andai kata tingkah laku tokoh-tokoh tersebut sesuai
dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, ia telah berhasil menggunakan
teori-teori psikologi moderen untuk menjelaskan dan menafsirkan
karya sastra (Hardjana, 1994)
c. Pembahasan
Disebuah kota yang bernama batipuh
sepuluh koto makasar lahirlah seorang anak muda. Pemuda tersebut bernama
zainuddin sungguh malang sekali nasibnya karena ditinggal kedua orang tuanya .
karena ayahnya meninggal akibat ibunya yang sudah meminumkan obat kedalam
mulutnya ketika zainuddin berumur sembilan tahun kemudian ibunya menyusul dan
meninggalkan zainuddin seorang diri yang zainuddin punya saat itu hayalah
pengasuhnya yang sekarang menjadi orang tua angkatnya lalu zainuddin pun
merantau ditanah kelahiran ayahnya untuk menuntut ilmu akan tetapi apa yang
diharapkan zainuddin pada saat sebelum dia menginjakan kakinya untuk pergi
ketanah kelahiran ayahnya hatinya sangat senang namun harapanya pun sirna juga
karena neneknya tidak menginginkan zainuddin untuk tinggal bersamanya .Sehari
kemudian dia bertemu dengan seorang gadis anggun ciptaan keindahan alam , dalam lambaian
gunung merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat yang kokoh dan
keindahan model sekarang yang sedang kehujanan dan berharap untuk kembali
karena sudah ditunggu kedatangannya dirumah dan zainuddin pun bermaksud
membantunya lalu peremuan tersebut mengiyakan bantuan zainuddin sejak itu
cahaya hidup zainuddin mulai berkembang. pada mulainya tinggal di kota padang
panjang sangat sedih akibat neneknya tidak mengginginkannya untuk tinggal
bersama akan tetapi sejak bertemu dengan hayati hidupnya mulai kembali semangat
lagi karena melihat senyuman hayati.
Hati mereka berdua bersatu dan membina
dalam sebuah percintaan dalam sebuah cinta murni yang sarat akan nilai
keagamaan dan adat akan tetapi cinta mereka berdua tidak dapat bersatu karena
adat yang membelenggu mereka. Dan akhirnya takdir berkata lain mereka berdua dipertemukan
kembali untuk menjalin hubungan akan tetapi zainuddin tidak mengharapkan hayati
untuk kembali dipelukannya karena takut dikecewakan kembali untuk kedua
kalinya. Sehingga hayati memutuskan untuk kembali ketanah asalnya dan dalam
perjalanan hayati mengalami musibah kapal yang ditumpanggi hayati tenggelam dan
semua penumpang belum dipertemukan termasuk hayati. Sehari kemudian satu
persatu mayat semua penumang
dipertemukan dan hayati juga tewas sehingga membuat zainuddin merasa bersalah
yang sangat mendalam karena sudah menyiayiakan hayati pujaan hatinya yang sudah
memintanya untuk kembali kepelukannya namun dia sudah menolaknya .
Kenapa zainuddin ditinggal oleh kedua orang tuanya karena sejak kecil dia sudah ditinggal oleh
ayahnya yang dibunuh ibunya dengan memasukan obat kedalam mulutnya. Akan tetapi
alasan apa ibunya sudah tega membunuh ayah kandungnya namu tidak satupun yang
mengetahuinyadan tidak lama kemudian ibunya pun meninggal dunia.
Dalm novel ini zainuddin sangat
menycintai seorang wanita yang sangat cantik dan anggun ciptaan keindahan alam , dalam lambaian
gunung merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat yang kokoh dan
keindahan model sekarang dan bila bertemu denganya lidahnya terasa kaku, dan
tak dapat berkata-kata apapun. Siapakah perempuan itu ?
perempuan itu
bernama hayati , akan tetapi cintanya terhalang akibat dari adat yang
membelenggu mereka berdua sehingga tidak bisa bersatu dan hayati pun dilamar seorang anak muda yang tidak lain
adalah kaka dari khadijah sahabatnya yang keturunan juga sama halnya dengan
hayati dan bila dibandingkan dengan zainuddin sangat jauh berbeda dengannya
sehingga hayati memilihnya menjadi seorang suami.
Beberapa tahun kemudian zainuddin dan hayati dipertemukan
kembali pada saat itu hayati sedang mengalami musibah karena dililit hutang
sehingga membuat mereka berdua tidak mempunyai tempat tinggal dan yang hayati
punya saat itu hayalah zainuddin seorang sehingga azis suaminya meminta bantuan
kepada zainuddin untuk menempati rumah bersama zainuddin. kenapa hayati
dan suaminya bisa dililit hutang karena azis suaminya hayati sudah menghianati
cinta mereka berdua dengan banyak perempuan dan minim-minuman keras sehingga
membuatnya miskin. Kenapa zainddin merasa bersalah terhadap hayati karena
zainuddin sudah menyiayiakan kesempatan untuk kembali bersama-sama sehingga
hayati mengalami kecelakaan yang menyebabkan hayati meninggal dunia.
kesimpulan
pendekatan psikologi adalah pendekatan
yang dikaitkan dengan perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya dan
ada sebuah unsur kejiwaannya juga .
yang menunjukan
pada novel hamka ini adalah dimana zainuddin sangat cinta terhadap hayati akan
tetapi cinta yang sangat mendalam terhalang oleh adat dan peraturan-peraturan
yang kokoh berdiri tegak didalam suku minagkabau sehingga tidak dapat bersatu
karena zainuddin tidak tau asal usul keturunannya dan orang tuanya sehingga
ketua adat tidak menyetujui mereka berdua. Akan tetapi mereka berdua
dipertemukan kembali dalam sebuah keadaan dimana hayati tidak mempunyai
siapa-siapa ditanah jawa yang dia punya saat itu hayalah zainuddin seorang diri
dan tinggal bersama akan tetapi zainuddin tidak mengharapkan hayati untuk
kembali dipelukannya karena takut disakiti untuk yang kedua kalinya. Akhirnya
hayati pulang ke tempat asalnya dan dalam perjalanan hayati mengalami musibah
sehingga membuat mereka berdua tidak dapat bersatu kembali untuk selama-lamanya
sehingga membuat zainuddin hatinya sangat terpukul dan merasa bersalah yang
sangat mendalam akibat sudah menyiayiakan hayati pada semasa hidupnya.
Ahmad Fauzan
Program Studi Diksatrasia
FKIP Untirta
ABSTRAK
Pada dasarnya sebuah karya sastra
adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fisik, misalnya cerpen novel
dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari
pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Seorang pengarang sering mengangkat
fenomena yang terjadi di masyaraka. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil
hikmah dari fenomena tersebut. Novel ini menceritakan suatu kisah cinta murni
diantara sepasang remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa yang
patut dijadikan tamsil ibarat. jalan ceritanya dilatar belakangi dengan
peraturan-peraturan adat yang pusaka yang kokoh kuat sampai tokoh utamanya
mengalami kejiwaan, dalam suatu negeri yang bersuku dan berlembaga, berkaum
kerabat dan berninik mamak.
Kata Kunci : Analisis Roman, Kajian
Religius, psikologis, Sosiologi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadirnya
suatu karya sastra tentunya agar di nikmati oleh para pembaca. Seorang sering
mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca
dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut. Novel ini sungguh menarik untuk
di baca apa lagi untuk para remaja zaman sekarang, karena remaja zaman sekarang
terlalu berlebihan dalam menjalani kisah cintanya. Mungkin kalau para remaja
membaca novel ini akan sadar akan kesalahan yang mereka perbuat dalam menjalani
sebuah kisah cinta. Makanya saya memilih novel ini.
Dan yang
lebih menarik lagi yang membuat saya ingin mengkaji novel ini karena novel ini
kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra. Bahkan, satra tumbuh dari
sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religious”membawa
konotasi pada agama. Religius dan agama erat berkaitan, berdampingan,
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan hamka, tampaknya merupakan karya
fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (islam) dalam
sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh
cerita, bukan keyakinan (syar’iat)
agama yang di permasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak
begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih
berkisah pada adanya ketidak bebasan
memilih jodoh, ada
pihak yang memaksakan
kehendak pada pihak
lain yang menyebakan pihak itu menderita. Para penganut agama islam pun
ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.
LANDASAN
TEORI
Psikolog Sastra adalah ilmu sastra
yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Dasar konsep dari psikologi
sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra,
sedangkan pemahaman dari sisi lain di anggap belum bisa mewadahi tuntutan
psikis, oleh karena itu muncullah psikologi sastra yang berfungsi sebagai
jembatan interfretasi, penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek
kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian
dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau
sengaja di sembunyikan pengarang.
1.
Hubungan
Psikologi adalah kajian mengurai
kejiwaan dan meneliti alam bawah sadar pengarang. Sedangkan hubungan antara
sastra dengan psikolog karena munculnya istilah psikolog sastra yang membahas
tentang hokum-hukum psikologyang diterapkan pada karya sastra, misalnya
karakter tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra diciptakan pengrang berdasarkan
kondisi psikologis yang dibangun oleh pengarangnya.
2.
Konsep
Psikologi adalah suatu seni yang
biasanya menyajikan situasi yang terkadang tidak masuk akal dan suatu kejadian
yang fantasktik. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe
psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwa, bahkan
meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen diluar
sastra atau dari karya sastra itu sendiri.
3.
Ciri-ciri
a) pengarang
menghindari penyesuaian diri dengan norma masyarakat, karena hal itu berarti
mematikan arus lingkungan.
b) adanya kemampuan
membayangkan suatu bayangan yang bersifat indrawi.
c) susunan mental
seorang penyair berbeda dengan susunan sebuah puisi.
d) sebagai gejolak
emosi, suatu karya dapat menampilkan hubungan imajinasi dengan kepercayaan.
e) psikologi
merupakan suatu p[ersiapan penciptaan.
f) bersumber dari
kebiasaan untuk tidak berbeda-bedakan macam-macam penginderaan.
4.
Manfaat
a) mempertajam
kemampuan
b) membantu
mengentalkan kepekaan pada kenyataan
c) member kesempatan
untuk memjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya
d) studi tentang
perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya karena jika dipakai dengan tepat,
dapat membantu kita dapat melihat mana keretakan, ketidak teraturan, perubahan,
dan distorsi yang penting dalam suatu karya sastra
e) menjelaskan tokoh
dalam situasi cerita
5.
Tokoh
a. Carl Jung
mengungkapkan bahwa
dalam bawah sadar manusia ada kesadaran kolektif yakni daerah masa lalu umat
manusia di masa sebelum manusia ada dan menciptakan tipologi dan psikologi yang
rumit,
b. Freud
pengungkap konsepsi
tentang seniman yang merupakan seseorang yang lari dari kenyataan dan hidup
dalam fantasinya.
c. Erich
pengungkap kemampuan
membayangkan hal-hal yang bersifat indrawi merupakan gejala menyatunya kemampuan
berfikir dan pengindraan.
d. W. H. Auden
menekankan bahwa
seniman boleh tetap menjadi orang neurotic kalau ia tahan.
PEMBAHASAN
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck menceritakan suatu kisah cinta murni diantara sepasang remaja, yang
dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang dimana tokoh utamanya itu mengalami frustasi,
kekecewaan dan kecintaannya yang sangat berlebihan kepada perempuan yang di
sukainya makanya saya lebih menitik beratkan melalui pendekatan psikologis.
Bahwa pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi
intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini
dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan. Dan
yang jadi pertanyaan, kenapa Zainuddin fustasi dan kecewa? Jawabanya karena dia
kecewa lamarannya telah di tolak oleh keluarga Hayati dengan alasan Zainuddin
tidak mempunyai suku dan Zainuddin frustrasi bahkan hampir gila karena Hayati
menikah dengan sepupunya Khadijah yang bernama Aziz.
Ketimpangan Percintaan dalam Kehidupan
Pada
dasarnya pendekatan sosiologis sebagai alat Bantu untuk memahami keadaan di
sekitar kita atau kehidupan baik dunia persahabatan, percintaan dan masih
banyak lagi. Dalam novel “Teggelamnya Kapal Vander Wijck” pada dasarnya
menceritakan kisah seorang Zamudin yang melakukan perjalanan ke kampung
halamannya Minang Kabau dan sempat mengadu hasih dengan seseorang pujaan
hatinya yaitu Hayati, namun dibalik itu kehidupan Zainuddin tidak
mendapat respon sangat keluarganya, karena dia orang yang tidak mempunyai suku.
Ketipangan yang terjadi dalam novel ini
adalah tidak adanya dukungan dari keluarga dalam hubungan percintaan, karena
hanya disebabkan salah satu pihak tidak diakui keaslian kesukuan seseorang
yakni Zainuddin, karena adat Meningkabau harus suku asli di situ
bukan sistem peranakan, ketika kita melihat kebelakang Zainuddin seorang keturunan Bangsawan akan tetapi ayahnya kawin
dengan suku Mekasar (Makassar) sehingga Zainudin tidak diakui lagi sebagai
orang suku Minangkabau.
Ketimpangan didunia percitaan yang
dialami Zainuddin adalah melanggarnya komitmen Hayati untuk menjalin
kasih sayag walaupun tidak ada restu dari keluarga, sehingga memunculkan
kekecewaan dari salah satu pihak dan hubungan sosial kedua bela pihak menjadi
tidak baik dalam hubungan percintaan jauh lebih baik dari pada sebelumnya.
Ketika kita melihat realita yang
terjadi sekarang itu jauh lebih baik ketimbang dunia percintaan yang ada dalam
novel “Tenggelamnya Kapal Vander Wijck” karena pada dasarnya hubungan
percintaan saat ini tidak menekankan kepada etnis akan tetapi lebih
mengedepankan kasih sayang dan perasaan karena yang sifatnya demokrasi
dalam bingkai kebersamaan sosial masyarakat.
B.
Aspek keislaman dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wjick
Apabila
membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wjick, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam
novel tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan
pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam novel bahwa tokoh Zainuddin,
setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memper dalam
ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan
Zainuddin adalah menjadi orang alim, sehingga apabila kembali kekampungnya
dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli
ibadah.
Apa
yang dilakukan Hamka dalam penokohan diatas, menurut saya adalah salah satu
cara dakwah yang dilakukanya, suatu upaya untuk menumbuhkan kepada pembaca
bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadah. Dakwah yang dilakukan
itu sangat halus. Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Adapun
yang penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aqidah
Dalam
novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya
islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai
berikut :
“………….lepaskan saya berangakat kepadang. Kabarnya
konon, disana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur
dengan sebagus-bagusnya apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat keras
seruannya kepada ku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat
ayahku dilahirkan hadulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak
orang yang bilang agama islam masuk kemaripun dari sanah. Lepaskan saya
berangkat kesana”.(1986:22)
2. Syari’ah
Kata
syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil
dari rumpum kata syari’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian
bermakna jalannya hokum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula
dengan perkataan atau istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus
dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama
islam. Hokum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya
tidak ada kelemahan dan pertentanagan dalam dirinya sendiri.
3. Akhlak
Akhlak islam adalah suatu sikap
mental dan perbuatan yang luhur. Dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wjickkarya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama
dari pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bias kita
lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli
seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang
lain”.(1986:27)
C. Analisis Struktur Roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis karya sastra, yang dalam
hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengakji dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
1. Tema
Dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini tanyang kisah cinta yang taksampai antara
Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat.
Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der
wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta Zainuddin kepada
Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga
ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan
tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan
peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal
cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu
dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan
tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada
sampai”.(1986:123)
2. Tokoh
Dalam roman
Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin,
Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan
disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik
reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran
tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang
menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base (orang tua angkat dari tokoh
Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah
laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah (bako
tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan
dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung
pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan
kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan
cara-cara yang ada agar lebih efektif dan menarik.
3. Alur/Plato
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal
yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau
kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni:
• Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama
berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini
merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari
roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap
penyituasian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara
dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya
menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun
duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya
terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di
lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak
tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khaya”.(1986: 10)
• Konflik
Tahap pemunculan konflik,
masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai
dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik
itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik
itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada
tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin
dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari
penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat
dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun
kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memendang
kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal
percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah
bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim
surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang
tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang
lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau
petang hari.Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila
kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil
melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam
kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan
derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang
dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang
dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi
kepala ninik –mamak”.(1986:57)
• Tahap
Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada
tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap
peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua
Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar
belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya
bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut
ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak
ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk
menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang
tawakkal”.(1986:118)
• Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh
tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya
konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap
klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun
dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz.
Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan
Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia
berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam
keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya
, orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada
Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau
boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.(1986:198)
• Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika
Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam,
sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya
Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka
itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang
terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan
penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia.
Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
4. Setting/latar
Latar dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.
5. Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal
karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara
gamblang. Penggalan cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka sebagai berikut:
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati
Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya”.(1986:26)
6. Karakter
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter diantaranya:
Karakter utama (mayor karakter,
protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada
dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah
tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang.
Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin. Penggalan cerita yang
menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah
lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk
kepentingan orang lain”.(1986:27)
Karakter pendukung (minor karakter,
antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang
kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam
keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main
perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu
masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati
Hayati…..sial”.
(1986:180)
Sedangkan yang menjadi karakter
pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan
selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia
menemani tokoh utama sampai akhir
cerita.
7. Gaya Bahasa
Dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena
menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut
ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,”
bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan
berat………..”. (1986:22)
8. Amanat
Dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat
dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari
panggilan cerita berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang
besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari
kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai
matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah
air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup
menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita
tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur novel terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut
pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam novel ini menunjukkan hubungan yang begitu
padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur
religiusitas novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung
aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak yang tergambar dalam
setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai
seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke
dalam novel ini.
Daftar Pustaka
Abrams,M.H.1976.The Mirror and The
Lamp:Romantic Theory and The Critical Tradition.oxfrod.
Agger,Ben.2003.Teori Sosial Kritis,
Kritik, Penerapan dan implikasinya.Kreasi wacana.Yogyakarta.
Milner,Max.1992.Freud dan
interfretasi sastra. Intermassa: Jakarta
mengandung arti laku-perbuatan
lahiriah. Berbeda dengan akhlaj, ia adalah perbuatan
suci yang terbit dari lubuk jiwa yang paling dalam, karenanyamempubnyai kekuatan yang hebat. Akhlak Islam
adalah suatu sikapmental dan laku perbuatan yang luhur. Mempunyai
hubungan dengan Zatyang Maha Kuasa, Allah
s.w.t. Akhlak Islam adalah produk darikeyakinan
atas kekuasaan dan keesaaan Tuhan, yaitu produk dari jiwatauhid.Dalam roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
karyaHamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutamadari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin.
Kebaikan moralZainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut
ini :
“Zainuddin seorang yang terdidik
lemah lembut, didikan ahli seni,ahli syair,
yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986 :27)
4.Mu’amalahMu’amalah merupakan ilmu jual beli
atau transaksi yang biasanyaterjadi dalam dunia bisnis dan
perdagangan.Berdasarkan hasil analisis penulis tentang nilai religiusitas yang
terdapatdalam roman “Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck” karya Hamka, penulismemperoleh data bahwa besarnya pengaruh
religiusitas yang mempengaruhiroman
tersebut dan dapat kita lihat dari alur cerita yang sangatmengedepankan
adat istiadat dan dari situlah telihat dengan jelas bahwa nilaikeagamaan
/religius juga punya peranan penting.59
BAB VPENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis data tentang roman “Tenggelamnya Kapal VanDer Wijck” karya Hamka dapat
disimpulkan sebagai berikut:1.Struktur roman
terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang,karakter,
gaya bahasa, dan amanat, dimana hubungan antar unsur dalamroman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu
sehingggamenghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.2.Unsur religiusitas roman “Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck” karyaHamka mengandung aspek aqidah, syariah, akhlak, dan
mu’amalah yangtergambar dalam setiap perilaku
tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang
sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kentalmemasukkan unsur –
unsur agama ke dalam roman ini.
5.2Saran
1.Penulis
berharap hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan.60
2.Dengan adanya
hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi penggugahminat pada para pembaca untuk lebih mencintai karya sastra
khususnyaroman.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.1997.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis
, edisiRevisi IV. Penerbit PT. Rineka
Cipta.Atar, Simi. 1993.
Metode
Penelitian sebuah Pengantar
. Jakarta:
PusatPengembangan Bahasa
Depdikbud.Drs.Nasruddin Razak.
Dienul Islam
.Hamka,1986.
Tenggelamny Kapal Van Der
Wijck
. Jakarta: PT Bulan Bintang.Kam.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia
/Tim Penyusun
Kamus PusatBahasa,ed.3.-cet.2.- Jakarta: Balai
Pustaka.2002.Muhammad AM. 2000.
Jenis-Jenis Penelitian
. Unpublished. Articele.Moleong,
L,J.
Metode Penelitian Kualitatif.
PT Remaja Kosdakarya.
Bandung. Nurgiantoro, Burhan.2009.
Teori Pengkajian Fiksi.
Gadjah Mada
UnivrersityPress.Sumardjono Jakop & Saini, KM. 1986.
Apresiasi Kesusastraan
. Jakarta; PT.Grammedia.Tarigan,Hendri
Guntur.1986.
Prinsip Dasar-Dasr Sastra.
Bandung; PT Angkasa.61
Related Article:
0 komentar:
Posting Komentar