Jumat, 12 April 2013

analisis gaya bahasa dalam puisi tembang alam



kami bukan perampok

Pengertian gaya

Secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya (Keraf, 2002 : 113). Dengan demikian, segala perbuatan manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah dia sebenarnaya atau segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut. Istilah gaya berpadanan dengan istilah stylos (Aminuddin 1995 : 1). Secara umum makna stylus adalah bentuk arsitektur,  yang memiliki ciri sesuai dengan karaktristik ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya. Terdapat dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan istilah style selain dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verba. Secara etimologis stylistis berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya. Gaya ialah cara pengungkapan dalam tulisan atau ujaran; penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam mengungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain  dan juga lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang akan  berubah menjadi karya sastra.

Majas
Majas atau gaya bahasa dalam karya sastra banyak kita temukan. Tanpa  keindahan bahasa karya sastra akan menjadi hambar. Dibawah ini akan dijelaskan tentang majas dan fungsi majas serta macamnya.

 Pengertian dan Fungsi Majas
Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan 1985 : 179). Nurgiyantoro (1998 : 297) menyatakan bahwa permajasan adalah (figure of thought) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggaya bahasan yang maknanya tidak menujuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukung, melainkan pada makna yang ditambah, makna yang tersirat. Jadi permajasan adalah gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Sedangkan Waluyo (1995 : 83) majas dengan figuran bahasa yaitu penyusunan bahasa yang bertingkat-tingkat atau berfiguran sehingga memperoleh makna yang kaya. Dengan demikian fungsi majas untuk menciptakan efek yang lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam karya sastra. Pradopo (2002 : 62) menjelaskan bahwa majas meyebabkan karya sastra menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Perrine (dalam Waluyo, 1995 : 83) menyebutkan bahwa majas digunakan untuk (1) menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) menghasilkan imaji tambahan sehingga hal-hal yang abstrak menjadi kongrit dan menjadi dapat dinikmat pembaca, (3) menambah intensitas perasaan pengarang dalam menyampaiakan makna dan sikapnya, (4) mengkonsentrasikan makna yang hendak di sampaikan dan cara-cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.  Dari beberapa pengertian yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan perasaan dan buah pikir yang terpendam didalam jiwanya. Dengan demukian gaya bahasa dapat membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan.

PENGGUNAAN MAJAS DALAM PUISI TEMBANG ALAM KARYA SITOR SITUMORANG
Tembang Alam

aku ingin menyanyi agar awan itu pun
hinggap di pohon-pohon
sementara burung-burung kutilang
menabur mimpiku ke ladang-ladang

matahari tak perlu dikhawatirkan
seperti apa yang dijanjikan bulan
sehabis geram membakar rerumputan
ia pun pasti tenggelam.

awan hanya lewat, tapi tak hinggap
salamnya saja yang hangat lengkuas
burung-burung kembali beterbangan
sambil menirukan hatiku yang berkicau

Gaya Bahasa :
Sajak di atas mengandung beberapa gaya bahasa. Kata-kata yang mengandung gaya bahasa tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.

Hiperbola
Gaya bahasa tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata sehabis geram membakar rerumputan. Kata ‘membakar’ mengandung kesan dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan. Sejatinya, kata tersebut diperuntukkan matahari yang dengan panasnya yang mengenai rerumputan. Penggunaan kata ‘membakar’ mengesankan bahwa panas matahari yang digambarkan menyorot pada rerumputan benar-benar panas sekali. Memang benar, namun terkesan dilebih-lebihkan dari kenyataan. Oleh karena itu, bolehlah dikata bahwa barisan kata itu mengandung unsur hiperbola.

Analisis Bahasa Kiasan :
Sajak di atas mengandung beberapa bahasa kiasan. Kata-kata yang mengandung bahasa kiasan tersebut beberapa telah tercetak tebal. Berikut ini penjabarannya.

 Simile
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata matahari tak perlu dikhawatirkan seperti apa yang dijanjikan bulan. Penggunaan kata ‘seperti’ menunjukkan secara eksplisit mengenai perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, ‘apa yang dijanjikan bulan’ dibandingkan dengan ‘pengkhawatiran akan matahari’. Maka, dapat dikatakan bahwa baris kata-kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan simile (perbandingan).
 
Personifikasi
Bahasa kiasan tersebut ditunjukkan pada baris yang mengandung kata-kata awan itu pun hinggap di pohon-pohon. Kata kerja ‘hinggap’ dilekatkan pada subjek ‘awan’. Hal ini mengisyaratkan bahwa awan dapat melakukan pekerjaan ‘hinggap’ laiknya yang bernyawa. Ada aspek penginsanan sesuatu yang tak bernyawa, yakni awan bisa hinggap di pohon-pohon. Kata kerja memuntahkan ini kerap kali digunakan dalam subjek yang bernyawa sehingga ada kesan pekerjaan yang sifatnya manusiawi dalam penggunaan kata tersebut.
Selain itu, ada pula kata-kata apa yang dijanjikan bulan. Dalam hal ini, kata-kata tersebut mengandung makna bahwa bulan dapat berjanji. Ada apek penginsanan di sini. Oleh sebab itu, barisan kata itu mengandung bahasa kiasan personifikasi.
Bahasa kiasan personifikasi juga tampak pada kata-kata burung-burung kutilang menabur mimpiku ke ladang-ladang. Dalam hal ini, burung kutilang digambarkan bisa melakukan hal berikir dan bertindak, yakni ‘menabur mimpi’. Oleh karena itu, barisan kata tersebut mengandung unsur bahasa kiasan personifikasi.
Di samping itu, ada pula kata-kata awan hanya lewat, tapi tak hinggap. Di sini, tersirat bahwa awan dapat melakukan pekerjaan laiknya yang bernyawa. Awan digambarkan dapat lewat dan hinggap layaknya sesuatu yang bernyawa. Maka, kata-kata dalam larik tersebut mengandung personifikasi.
Personifikasi juga muncul dalam kata-kata hatiku yang berkicau. Dalam hal ini, digambarkan bahwa hati yang merupakan benda mati dapat berkicau atau berbicara layaknya benda hidup. Memang bisa, namun bukan hati yang dalam artian fisik, hati yang tergambar dalam sajak ini seolah-olah dalam konteks fisik sehingga dapat dikatakan bahwa kata-kata ini mengandung bahasa kiasan personifikasi.


Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai gaya bahasa dan bahasa kiasan, dapat disimpulkan bahwa sajak Sitor Situmorang yang berjudul Topografi Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paralelisme, paradoks, dan bahasa kiasan personifikasi, metafora. Sedangkan sajak Sitor Situmorang yang berjudul Tamasya Danau Toba mengandung gaya bahasa hiperbola, paradoks, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Selain itu, pada sajak karya D. Zamawi Imron mengandung gaya bahasa hiperbola, dan bahasa kiasan simile, personifikasi. Mengenai data di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga sajak itu didominasi oleh gaya bahasa hiperbola dan bahasa kiasan simile dan personifikasi. Oleh karena itu, ketiga sajak tersebut memang mengandung unsur gaya bahasa dan bahasa kiasan dalam setiap susunan kata-katanya.

Daftar Pustaka

Imron, D. Zamawi. 1999. Madura, Akulah Darahmu. Jakarta : Grasindo.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Situmorang, Sitor. 1982. Angin Danau. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. Cetakan Pertama.






BULUKUMBA, 11 APRIL 2013

TUGAS STILISTIKA
ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI TEMBANG ALAM “KARYA SITOR  SITOMORANG”

stkip logo.jpg
DI SUSUN
OLEH
ASNAWAR
2009 310 20 286
B3.SORE

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
2013



Rabu, 10 April 2013

kritik sastra "analisis unsur intrinsik roman


KARYA ILMIAH
ANALISIS UNSUR INTRINSIK ROMAN



Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
(Karya : Hamka)




KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmad-Nya bagi penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tentang ”Analisis Unsur Intrinsik Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya : Hamka”. Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah menulis serta memperlancar proses belajar-mengajar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pembimbing mata kuliah ”Menulis” Bapak Moch. Malik, S.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena itu dengan rasa rendah hati dan hormat penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah karya hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.
Dalam dunia kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang bicara secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan supra dan supra-rasional (Hardjana, 1981 : 61). Dalam dunia fiksi kadang ada sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah seorang penyair mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya sastra.
Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana, 1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur pembangun dalam karya sastra ada dua, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Pada makalah ini penyusun akan menganalisis karya sastra yang berbentuk roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch” Karya Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka).
1.2.2 Penegasan Konsep Variabel
Dalam makalah ini penulis hanya menganalisis satu variabel yaitu : tentang analisis unsur intrinsik pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya (Hamka).
1.2.3 Deskripsi Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, maka penyusun membatasi analisis terhadap cerpen ”1” tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Haji Abdul Karim Amirullah (Hamka) dengan melihat unsur intrinsiknya yaitu : 1). Tema 2). Tokoh 3). Sudut Pandang.
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang unsur intrinsik terutama pada tema, tokoh, dan sudut pandang pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
1.4 Pengertian istilah dalam judul
Judul dalam makalah ini adalah unsur intrinsik pada Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka. Untuk menghindari terjadinya salah tafsir dan salah persepsi terhadap permasalahan dalam judul ini, maka penulis menjelaskan tentang istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut :
Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran dalam makalah ini, maka dalam sistematika penulisan digambarkan secara singkat mengenai isi makalah ini.
Bab I Pendahuluan, didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan terdiri dari atas rumusan masalah, penegasan konsep variabel, deskripsi masalah, tujuan pembahasan, pengertian istilah dalam judul dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teoritis, pada bab ini penulis akan menguraikan sebagai berikut : pengertian prosa fiksi, unsur intrinsik karya sastra, pengertian tema, tokoh, dan sudut pandang.
Bab IV Penutup, yang berisi kesimpulan, saran, dan Daftar Pustaka. Dengan bab ini diharapkan mampu memberikan dambaran tentang isi keseluruhan dari suatu penelitian yakni dengan kesimpulan-kesimpulan. Selain itu juga dapat memberikan suatu saran-saran bagi kita untuk menyempurnakan makalah ini.






BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1. Pengertian Prosa Fiksi
Sesuatu yang tidak dapat kita tinggalkan dalam menganalisis karya sastra yang berbentuk prosa adalah pengertian dari prosa itu sendiri. Menurut M. Saleh Saad yang dimaksud dengan prosa fiksi adalah banruk cerita atau prosa kisaham yng mempunyai pemeran lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal imajinasi, Chamidah, dkk (1986) memberi pengertian bahwa prosa fiksi adalah cerita hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsira, serta penilaian tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam suatu peristiwa yang pernah terjadi atau peristiwa yang berlangsung dalam khayal pengarang apa saja, Aminuddin (1995) menambahkan bahwa prosa fiksi adalah cerita atau lukisan yang diemban oleh pelaku pelaku tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga terjalin suatu cerita, Yacob Sumarjo (1988, 53) menyatakan bahwa posisi fiksi bermula dari kenyataan yangt kemudian diolah menjadi cerita rekaan yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Secara hakiki atau esensial prosa fiksi atau cerita rekaan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bercerita, sehingga bersifat naratif atau menyuguhkan cerita dengan cerita ”To tell a story”. (2) cerita rekaan itu sebuah rekaan, sebuah fiksi, sehingga cerita rekaan adalah suatu karya fiktif dan imajinatif, dan (3) cerita rekaan disusun dalam bentuk prosa, sehingga cerita rekaan adalah cerita prosa ”A narative prosa”.
Dalam dunia fiksi terdapat juga kebenaran seperti halnya kebenaran dalam dunia nyata. Namun ada perbedaan kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini ”keabsahannya”. (Wellek & Werren, 1989 ; 278-9 Dalan Nurgiantoro, 2005;6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan namun tidak selalu menyatakan kenyataan sehari-hari.
2.2. Unsur intrinsik karya sastra
Cerita rekaan merupakan sebuah totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerita rekaan merupakan bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya secara erat. Unsur pembangun karya fiksi tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian yang dimaksud adalah unsur intrinsik yang terdiri dari yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Dalam pembahasan kali ini hanya dibicarakan unsur intrinsik karya fiksi.
2.3. Tema, Tokoh, dan Sudut Pandang
Tema
Menurut Sudjiman (1988;50) menyatakan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya. Menurut Eddi (1991;209) tema merupakan yang menjadi dasar sebuah karangan. Stantin dan Kenni (dalam Nurgiyantoro, 2005;67) tema merupakan makna yang terkandung di dalam sebuah cerita sedangkan Brooks an Werren (dalam Tarigan. 1984; 125) menyatakan bahwa tema merupakan dasar atau maksud cerita dengan kata lain Suhariyanto (1982; 28) manyatakan bahwa tema dalah masalah pokok yang mendominasi suatu karya sastra.
Sebagai tokoh cerita tema pada hakikatnya banyak mengangkat masalah-masalah kehidupan. Sehingga untuk menafsirkan sebuah tema cerita rekaan pembaca harus memahami ilmu-ilmu humanitas. Pada perkembangannya tema ada dua yakni tema pokok dan sub tema. Untuk mengetahui tema pokok pembaca harus banyak menelaah masalah apa yang banyak dibicarakan.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan hal penting untuk sebuah keutuhan karya fiksi. Karena tokoh dan penokohan akan memberikaqn warna tersendiri dalam sebuah karya fiksi. Tokoh sebagai pelaku cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan berujud manusia walaupun ada binatang maupun benda yang diinsankan. Tokoh sebagai unsur cerita fiksi rekaan semata-mata jadi harus ada relevasi tokoh dengan pembaca. Bahkan banyak tokoh cerita yang menjadi pujaan pembaca, masyarakat, sehingga kehadirannya dalam cerita rekaan dirasakan dan dialami pula oleh pembaca.
Sudut Pandang (point of view)
a. Pengertian Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of view) menyaran pada pada sebuah cerita yang dikisahkan. Ia merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981;142 dalam Nurgiyantoro, 2005; 248). Dalam cerita rekaan sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita mautidak mau ia harus menentukan untuk memilih sudut pandang tertentu. Pemilihan sudut pandang menjadi penting karena hal itu tak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja, akan tetapi bentuk-bentuk retorika bdan garmatika juga berpengaruh.
b. Macam-macam Sudut Pandang
Secara umum sudut pandang dapat di bedakan menjadi tiga yaitu sudut pandang persona ketiga, persona kedua dan sudut pandang campuran.
1. Sudut pandang persona orang tokoh cerita”dia”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama atau kata gantinya ; ia, dia, mereka. Sudut pandang dia dan kata gantinya dapat dibedakan ke dalam golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia” jadi bersifat maha tahu, dilain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertiain” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
2. Sudut pandang persona pertama ”Aku”
Dalam sudut pandang ini narator adalah seorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”Aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya. Si ”Aku” tentu saja mempunyai nama, namun karena ia mengisahkan pengalaman sendiri, nama itu jarang tersebut. Penyebutan nama si ”Aku” mungkin justru berasal ari ucapan tokoh lain yang bagi si ”aku” merupakan tokoh ”dia”.
Dalam sudut pandang ini adalah sudut pandang yang bersifat internal maka jangkauannya terbatas. Narator hanya bersifat maha tahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang lain. Sudut pandang ini kalau dilihat dari peran kedudukan si ”Aku” dalam cerita, si ”aku” mungkin jadi tokoh utama dan mungkin juga jadi tokoh tambahan.
3. Sudut pandang campuran
Pengarang sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah cerita rekaan, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ”dia” mahatahu dan ”dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ”aku” dan ”dia” sekaligus (Nurgiyantoro, 2005;2006).




BAB III
ANALISIS OBJEK
3.1. Tema Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch
Tema yang terkandung dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch adalah tema tradisional yakni cinta tak sampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat.Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya.
3.2. Tokoh dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin, Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base (orang tua angkat dari tokoh Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah (bako tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan cara-cara yang ada agar lebih efektif dan menarik.



3.3. Sudut Pandang dalam Roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch
Sudut pandang yang digunakan dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah sudut pandang pesona ketiga ”dia” baik sudut pandang ” dia ” maka tahu (third-person-omnisdient) dan sudut pandang ”dia” terbatas atau ’dia sebagai pengamat (third-person-iimited)
Sudut pandang pesona ketiga ”dia” maha tahu (third-person-omnisdient) dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck narator mampu menceritakan sesuatu yang bersifat baik, dapat diindera, maupun sesuatu yang terjadi dalam hati dan pikiran tokoh, bahkan lebih dari seorang tokoh. Sehingga pembaca menjadi tahu keadaan luar-dalam masing-masing tokoh. Misalnya penggambaran tokoh Zainuddin dengan tokoh Hayati seolah-olah tidak ada rahasiapun tentang yang tidak diketahuinya.
Sudut pandang persona ketiga ”dia” terbatas (third-person-iimited), tokoh yang paling banyak perannya dalam roman tenggelamnya kapal Van Der Wijk adalah Zainuddin dan Hayati, kedua tokoh utama tersebut digambarkansecara gamblang melalui adanya deskripsi dan cerita yang lebih merupakan laporan pengamat kepada pembaca.








BAB IV
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Roman Tenggelamnya kapal Vander Wijck adalah karya fiksi yang unsur instrinsiknya sebagai berikut.
1. Temanya adalah kasih tak sampai
2. Tokoh utamanya adalah Zainuddin dan Hayati serta ditunjang oleh beberapa tokoh tambahan lainnya sebagai penunjang tokoh utama.
3. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang pesona ketiga ”dia”.
4.2 SARAN-SARAN
Marilah kita senantiasa buntuk membaca dan menelaah apa yang ada disekitar kita untuk mempertajam fikiran dalam rangka terbentuknya insal kamil, salah satu caranya adalah dengan menelaah karya sastra yang sarat akan nilai kemanusiaan dan kehidupan (masalah humanitas).

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hamka. 1970. Tenggelamnya Kapal
Diposkan oleh SYAMSUL HADI di 10:18



ANALISIS NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJK
Analisis Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula semua sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982:11). Istilah “religius“ membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (Islam) dalam sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan (syariat) agama yang dipermasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih berkisah pada adanya ketidakbebasan memilih jodoh, ada pihak yang memaksakan kehendak kepada pihak lain yang menyebabkan pihak itu menderita. Para penganut agama Islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.

























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Pengarang
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.

2.2. Sinopsis
Roman ini menceritakan tentang kisah cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat yang sangat kuat. Zainudin adalah seorang pemuda dari perkawinan campuran Minangkabau dan Makasar, ayahnya Zainudin yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan ke Makasar dan kawin dengan Ibu Zainudin yang berdarah asli Makasar, mempunyai seorang kekasih asal Batipun bernama Hayati, namun hubungan mereka harus berakhir karena adat, karena berdasarkan sebuah rapat, ibu Zainudin tidak dianggap sebagai manusia penuh.
Akhirnya Hayati menikah dengan seorang pemuda bangsawan asli Minangkabau bernama Azis. Mendengar pernikahan itu Zainudin jatuh sakit, akan tetapi berkat dorongan semangat dari Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi Zainudin berangsur-angsur membaik dan pada akhirnya Zainudin menjadi seorang pengarang yang sangat terkenal dan tinggal di Surabaya. Di Surabaya inilah Zainudin bertemu dengan Hayati yang diantar oleh suaminya sendiri Azis, untuk dititipkan kepadanya, kemudian Azis mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun.
Tetapi nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon.
Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.

2.3. Aspek keislaman dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Apabila kita membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam roman tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam roman tersebut bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memperdalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, jadi ulama, sehingga apabila kembali ke kampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli ibadat.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan di atas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukannya, suatu upaya untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadat. Dakwah yang dilakukannya itu sangat halus.
Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syriah, dan Akhlak. Adapun penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aqidah
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“…………..Lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan Merapi sangat keras seruannya kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan dahulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemari pun dari sana. Lepaskan saya berangkat ke sana”. (1986 : 22).
2. Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpun kata syri’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan-raya. Kemudian bermakna jalannya hukum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syri’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang Islam. Hukum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentangan dalam dirinya sendiri.
3. Akhlak
Akhlak Islam adalah suatu sikap mental dan laku perbuatan yang luhur. Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain” (1986 :27).

2.4. Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
1. Tema
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).

2. Alur/plot
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
• Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
• Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57)
• Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
• Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:198)
• Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
3. Setting/latar
Latar dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.

4. Sudut Pandang
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut :
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26)
5. Karakter
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
6. Gaya Bahasa
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..” (1986 :22)
7. Amanat
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini :
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)








BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini.



















Analisis Novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" Karya H. Malik Karim Abdullah (HAMKA)

ANALISIS NOVEL

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Karya  H. Malik Karim Abdullah (Hamka)

 
Dalam novel ini menyceritakan dimana ada seorang remaja yang saling menycintai namun tetapi terhalang akan adat yang membelenggu mereka sehingga cinta murni antara sepasang remaja yang dilandasi keikhlasan dan kesucian itu pun kandas juga akibat peraturan-peraturan adat pusaka yang kokoh kuat, dalam suatu negri yang bersuku, berlembaga, yang berkaum kekerabatan dan berninik-mamak yang masih kental terasa dalam suku minangkabau. Zainuddin dan hayati namanya dimana sepasang remaja yang dilandasi cinta murni diantara mereka berdua dan demi mematuhi adat hayati rela berkorban untuk tidak menikah dengan zainuddin karena zainuddin tidak jelas asal-usulnya keturunannya sehingga mereka tidak dapat bersatu untuk selamanya , zinuddin pun merantau di tanah jawa untuk memulai hidup kembali tanpa ada hayati disisinya dan zainuddin mulai menitikarir sebagi penyair dan sukses .
 Akan tetapi takdir berkata lain mereka berdua dipertemukan kembali dengan keadaan hayati yang sudah mempunyai suami akan tetapi suaminya  meninggal dunia akibat bunuh diri akibat dililit hutang dan hayati tak mempunyai tempat tinggal atau punsanak saudara yang hayati punya saat itu hayalah zainuddin seorang ditanh jawa akan tetapi zainuddin tak mengharapkan hayati tinggal bersamanya karena takut dikecewakan kembali yang kedua kalinya sehingga hayati pun memutuskan untuk pulang ketanah asal dan menumpang kapal van der wijck akan tetapi kapal tersebut telah tenggelam sehingga membuat hati zainuddin sangat merasa bersalah akibat sudah membiarkan pujaan hatinya pergi begitu saja untuk selama-lamanya sehingga tubuh zainuddin kian lama kian lemah, dada sesak, pikiran selalu duka dan sesal tiada berkeputusan dan yang dipandang hayalah gambar hayati dan diikatkanya didalam selendang yang membalut kepalanya, sebulan dan seterusnya sehingga zainuddin menutup usia dan meninggalkan muluk sahabatnya seorang diri serta warisan yang sangat melimpah .
            Menurut saya novel hamka ini banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil sehingga bisa dijadikan tamsil kita sebagai seseorang yang ingin memperjuangkan sesuatu yang kita miliki dan novel ini ceritanya sangat menyentuh hati dan menguras banyak air mata bila kita membacanya dan  bila dijadikan film maka cerita ini sangat banyak di minati oleh semua kalangan yang suka pada cerita ini apalagi novel ini banyak diminati.
Dan pada sifat zainuddin  sangat sabar dan pantang menyerah dalam menjalankan hidupnya walau banyak orang yang tak suka padanya. 

a.      Pendekatan psikologi
Pendekatan yang dikaji dalam novel ini adalah pendekatan psikologi.
Karena banyak sekali unsur-unsur kejiwaan yang terkait dalam novel ini seperti percintaan antara zainuddin dan hayati yang tak bisa dipisahkan akan tetapi adat yang memisahkan mereka berdua sehingga pendekatan inilah yang pantas untuk dikaji kedalam novel hamka.

b.      Landasan teori
Pendekatan psikologi adalah pendekatan yang dikaitkan dengan perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jadi karya sastra juga masih ada hubungannya dengan psikologi. Hal ini tidak lepas dari pandangan indualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Penelitian yang menggunakan psikologi terhadap karya sastra merupakan
bentuk pemahaman atas penafsiran karya sastra dari sisi lain (Paryanto, 2003) Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan pertolongan psikologi. Andai kata tingkah laku tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, ia telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi moderen untuk menjelaskan dan menafsirkan karya sastra (Hardjana, 1994)

c.       Pembahasan
Disebuah kota yang bernama batipuh sepuluh koto makasar lahirlah seorang anak muda. Pemuda tersebut bernama zainuddin sungguh malang sekali nasibnya karena ditinggal kedua orang tuanya . karena ayahnya meninggal akibat ibunya yang sudah meminumkan obat kedalam mulutnya ketika zainuddin berumur sembilan tahun kemudian ibunya menyusul dan meninggalkan zainuddin seorang diri yang zainuddin punya saat itu hayalah pengasuhnya yang sekarang menjadi orang tua angkatnya lalu zainuddin pun merantau ditanah kelahiran ayahnya untuk menuntut ilmu akan tetapi apa yang diharapkan zainuddin pada saat sebelum dia menginjakan kakinya untuk pergi ketanah kelahiran ayahnya hatinya sangat senang namun harapanya pun sirna juga karena neneknya tidak menginginkan zainuddin untuk tinggal bersamanya .Sehari kemudian dia bertemu dengan seorang gadis anggun  ciptaan keindahan alam , dalam lambaian gunung merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat yang kokoh dan keindahan model sekarang yang sedang kehujanan dan berharap untuk kembali karena sudah ditunggu kedatangannya dirumah dan zainuddin pun bermaksud membantunya lalu peremuan tersebut mengiyakan bantuan zainuddin sejak itu cahaya hidup zainuddin mulai berkembang. pada mulainya tinggal di kota padang panjang sangat sedih akibat neneknya tidak mengginginkannya untuk tinggal bersama akan tetapi sejak bertemu dengan hayati hidupnya mulai kembali semangat lagi karena melihat senyuman hayati.
Hati mereka berdua bersatu dan membina dalam sebuah percintaan dalam sebuah cinta murni yang sarat akan nilai keagamaan dan adat akan tetapi cinta mereka berdua tidak dapat bersatu karena adat yang membelenggu mereka. Dan akhirnya takdir berkata lain mereka berdua dipertemukan kembali untuk menjalin hubungan akan tetapi zainuddin tidak mengharapkan hayati untuk kembali dipelukannya karena takut dikecewakan kembali untuk kedua kalinya. Sehingga hayati memutuskan untuk kembali ketanah asalnya dan dalam perjalanan hayati mengalami musibah kapal yang ditumpanggi hayati tenggelam dan semua penumpang belum dipertemukan termasuk hayati. Sehari kemudian satu persatu  mayat semua penumang dipertemukan dan hayati juga tewas sehingga membuat zainuddin merasa bersalah yang sangat mendalam karena sudah menyiayiakan hayati pujaan hatinya yang sudah memintanya untuk kembali kepelukannya namun dia sudah menolaknya .
Kenapa zainuddin ditinggal oleh kedua orang tuanya  karena sejak kecil dia sudah ditinggal oleh ayahnya yang dibunuh ibunya dengan memasukan obat kedalam mulutnya. Akan tetapi alasan apa ibunya sudah tega membunuh ayah kandungnya namu tidak satupun yang mengetahuinyadan tidak lama kemudian ibunya pun meninggal dunia.
Dalm novel ini zainuddin sangat menycintai seorang wanita yang sangat cantik dan anggun  ciptaan keindahan alam , dalam lambaian gunung merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat yang kokoh dan keindahan model sekarang dan bila bertemu denganya lidahnya terasa kaku, dan tak dapat berkata-kata apapun. Siapakah perempuan itu ?
perempuan itu  bernama hayati , akan tetapi cintanya terhalang akibat dari adat yang membelenggu mereka berdua sehingga tidak bisa bersatu dan hayati pun  dilamar seorang anak muda yang tidak lain adalah kaka dari khadijah sahabatnya yang keturunan juga sama halnya dengan hayati dan bila dibandingkan dengan zainuddin sangat jauh berbeda dengannya sehingga hayati memilihnya menjadi seorang suami.
Beberapa tahun kemudian zainuddin dan hayati dipertemukan kembali pada saat itu hayati sedang mengalami musibah karena dililit hutang sehingga membuat mereka berdua tidak mempunyai tempat tinggal dan yang hayati punya saat itu hayalah zainuddin seorang sehingga azis suaminya meminta bantuan kepada zainuddin untuk menempati rumah bersama zainuddin. kenapa hayati dan suaminya bisa dililit hutang karena azis suaminya hayati sudah menghianati cinta mereka berdua dengan banyak perempuan dan minim-minuman keras sehingga membuatnya miskin. Kenapa zainddin merasa bersalah terhadap hayati karena zainuddin sudah menyiayiakan kesempatan untuk kembali bersama-sama sehingga hayati mengalami kecelakaan yang menyebabkan hayati meninggal dunia.

kesimpulan
pendekatan psikologi adalah pendekatan yang dikaitkan dengan perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya dan ada sebuah unsur kejiwaannya juga .
 yang menunjukan pada novel hamka ini adalah dimana zainuddin sangat cinta terhadap hayati akan tetapi cinta yang sangat mendalam terhalang oleh adat dan peraturan-peraturan yang kokoh berdiri tegak didalam suku minagkabau sehingga tidak dapat bersatu karena zainuddin tidak tau asal usul keturunannya dan orang tuanya sehingga ketua adat tidak menyetujui mereka berdua. Akan tetapi mereka berdua dipertemukan kembali dalam sebuah keadaan dimana hayati tidak mempunyai siapa-siapa ditanah jawa yang dia punya saat itu hayalah zainuddin seorang diri dan tinggal bersama akan tetapi zainuddin tidak mengharapkan hayati untuk kembali dipelukannya karena takut disakiti untuk yang kedua kalinya. Akhirnya hayati pulang ke tempat asalnya dan dalam perjalanan hayati mengalami musibah sehingga membuat mereka berdua tidak dapat bersatu kembali untuk selama-lamanya sehingga membuat zainuddin hatinya sangat terpukul dan merasa bersalah yang sangat mendalam akibat sudah menyiayiakan hayati pada semasa hidupnya.



Analisis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Ahmad Fauzan
Program Studi Diksatrasia
FKIP Untirta
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_ZY9Sy7LwGCbx2AmNI4M34zhQx-2gIKjaG0HodF-tFQNZykHlLK0JhyphenhyphenwdHJXhGOs1unlK7lQZZPT_UrtnIbAKRqhV7G1c7kKBDdZe5jm80vLeZkStbOJTVu6b6f3hzfucqEi62F8vtz8/s1600/van-der-wijck.jpg
 

ABSTRAK

Pada dasarnya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fisik, misalnya cerpen novel dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyaraka. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut. Novel ini menceritakan suatu kisah cinta murni diantara sepasang remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa yang patut dijadikan tamsil ibarat. jalan ceritanya dilatar belakangi dengan peraturan-peraturan adat yang pusaka yang kokoh kuat sampai tokoh utamanya mengalami kejiwaan, dalam suatu negeri yang bersuku dan berlembaga, berkaum kerabat dan berninik mamak.

Kata Kunci : Analisis Roman, Kajian Religius, psikologis, Sosiologi

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
            Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar di nikmati oleh para pembaca. Seorang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut. Novel ini sungguh menarik untuk di baca apa lagi untuk para remaja zaman sekarang, karena remaja zaman sekarang terlalu berlebihan dalam menjalani kisah cintanya. Mungkin kalau para remaja membaca novel ini akan sadar akan kesalahan yang mereka perbuat dalam menjalani sebuah kisah cinta. Makanya saya memilih novel ini.
            Dan yang lebih menarik lagi yang membuat saya ingin mengkaji novel ini karena novel ini kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra. Bahkan, satra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religious”membawa konotasi pada agama. Religius dan agama erat berkaitan, berdampingan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (islam) dalam sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan (syar’iat) agama yang di permasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih berkisah pada adanya ketidak bebasan


memilih jodoh, ada pihak yang memaksakan


kehendak pada pihak lain yang menyebakan pihak itu menderita. Para penganut agama islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah. 

LANDASAN TEORI
            Psikolog Sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain di anggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena itu muncullah psikologi sastra yang berfungsi sebagai jembatan interfretasi, penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja di sembunyikan pengarang.

1. Hubungan
            Psikologi adalah kajian mengurai kejiwaan dan meneliti alam bawah sadar pengarang. Sedangkan hubungan antara sastra dengan psikolog karena munculnya istilah psikolog sastra yang membahas tentang hokum-hukum psikologyang diterapkan pada karya sastra, misalnya karakter tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra diciptakan pengrang berdasarkan kondisi psikologis yang dibangun oleh pengarangnya.

2. Konsep
            Psikologi adalah suatu seni yang biasanya menyajikan situasi yang terkadang tidak masuk akal dan suatu kejadian yang fantasktik. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwa, bahkan meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen diluar sastra atau dari karya sastra itu sendiri.

3. Ciri-ciri
a) pengarang menghindari penyesuaian diri dengan norma masyarakat, karena hal itu berarti mematikan arus lingkungan.
b) adanya kemampuan membayangkan suatu bayangan yang bersifat indrawi.
c) susunan mental seorang penyair berbeda dengan susunan sebuah puisi.
d) sebagai gejolak emosi, suatu karya dapat menampilkan hubungan imajinasi dengan kepercayaan.
e) psikologi merupakan suatu p[ersiapan penciptaan.
f) bersumber dari kebiasaan untuk tidak berbeda-bedakan macam-macam penginderaan.

4. Manfaat
a) mempertajam kemampuan
b) membantu mengentalkan kepekaan pada kenyataan
c) member kesempatan untuk memjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya
d) studi tentang perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya karena jika dipakai dengan tepat, dapat membantu kita dapat melihat mana keretakan, ketidak teraturan, perubahan, dan distorsi yang penting dalam suatu karya sastra
e) menjelaskan tokoh dalam situasi cerita

5. Tokoh
a. Carl Jung
mengungkapkan bahwa dalam bawah sadar manusia ada kesadaran kolektif yakni daerah masa lalu umat manusia di masa sebelum manusia ada dan menciptakan tipologi dan psikologi yang rumit,

b. Freud
pengungkap konsepsi tentang seniman yang merupakan seseorang yang lari dari kenyataan dan hidup dalam fantasinya.

c. Erich
pengungkap kemampuan membayangkan hal-hal yang bersifat indrawi merupakan gejala menyatunya kemampuan berfikir dan pengindraan.

d. W. H. Auden
menekankan bahwa seniman boleh tetap menjadi orang neurotic kalau ia tahan.
    
           
PEMBAHASAN
            Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menceritakan suatu kisah cinta murni diantara sepasang remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang dimana tokoh utamanya itu mengalami frustasi, kekecewaan dan kecintaannya yang sangat berlebihan kepada perempuan yang di sukainya makanya saya lebih menitik beratkan melalui pendekatan psikologis. Bahwa pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan. Dan yang jadi pertanyaan, kenapa Zainuddin fustasi dan kecewa? Jawabanya karena dia kecewa lamarannya telah di tolak oleh keluarga Hayati dengan alasan Zainuddin tidak mempunyai suku dan Zainuddin frustrasi bahkan hampir gila karena Hayati menikah dengan sepupunya Khadijah yang bernama Aziz. 
Ketimpangan Percintaan dalam Kehidupan
            Pada dasarnya pendekatan sosiologis sebagai alat Bantu untuk memahami keadaan di sekitar kita atau kehidupan baik dunia persahabatan, percintaan dan masih banyak lagi. Dalam novel “Teggelamnya Kapal Vander Wijck” pada dasarnya menceritakan kisah seorang Zamudin yang melakukan perjalanan ke kampung halamannya Minang Kabau dan sempat mengadu hasih dengan seseorang pujaan hatinya yaitu Hayati, namun dibalik itu kehidupan Zainuddin tidak mendapat respon sangat keluarganya, karena dia orang yang tidak mempunyai suku.
            Ketipangan yang terjadi dalam novel ini adalah tidak adanya dukungan dari keluarga dalam hubungan percintaan, karena hanya disebabkan salah satu pihak tidak diakui keaslian kesukuan seseorang yakni Zainuddin, karena adat Meningkabau harus suku asli di situ bukan sistem peranakan, ketika kita melihat kebelakang Zainuddin seorang keturunan Bangsawan akan tetapi ayahnya kawin dengan suku Mekasar (Makassar) sehingga Zainudin tidak diakui lagi sebagai orang suku Minangkabau.
            Ketimpangan didunia percitaan yang dialami Zainuddin adalah melanggarnya komitmen Hayati untuk menjalin kasih sayag walaupun tidak ada restu dari keluarga, sehingga memunculkan kekecewaan dari salah satu pihak dan hubungan sosial kedua bela pihak menjadi tidak baik dalam hubungan percintaan jauh lebih baik dari pada sebelumnya.
            Ketika kita melihat realita yang terjadi sekarang itu jauh lebih baik ketimbang dunia percintaan yang ada dalam novel “Tenggelamnya Kapal Vander Wijck” karena pada dasarnya hubungan percintaan saat ini tidak menekankan kepada etnis akan tetapi lebih mengedepankan kasih sayang dan perasaan karena yang  sifatnya demokrasi dalam bingkai kebersamaan sosial masyarakat.

B. Aspek keislaman dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick
Apabila membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam novel tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam novel bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memper dalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, sehingga apabila kembali kekampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli ibadah.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan diatas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukanya, suatu upaya untuk menumbuhkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadah. Dakwah yang dilakukan itu sangat halus. Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Adapun yang penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:

1.    Aqidah
            Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau  kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“………….lepaskan saya berangakat kepadang. Kabarnya konon, disana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat keras seruannya kepada ku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan hadulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemaripun dari sanah. Lepaskan saya berangkat kesana.(1986:22)

2.    Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpum kata syari’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian bermakna jalannya hokum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama islam. Hokum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentanagan dalam dirinya sendiri.

3.    Akhlak
Akhlak islam adalah suatu sikap mental dan perbuatan yang luhur. Dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjickkarya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bias kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986:27)

C. Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengakji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:

1.    Tema
            Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini tanyang kisah cinta yang taksampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat. Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai”.(1986:123)

2. Tokoh
            Dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin, Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base (orang tua angkat dari tokoh Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah (bako tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan cara-cara yang ada agar lebih efektif dan menarik.

3. Alur/Plato
            Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni:

• Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khaya”.(1986: 10)

• Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari.Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak”.(1986:57)

• Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang tawakkal”.(1986:118)

• Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.(1986:198)

• Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.

4. Setting/latar
Latar dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.
5. Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut:
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya”.(1986:26)

6. Karakter
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter diantaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin. Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986:27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati Hayati…..sial”. (1986:180)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.

7. Gaya Bahasa
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..”. (1986:22)

8. Amanat
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur novel terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam novel ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke


dalam novel ini.            



Daftar Pustaka
Abrams,M.H.1976.The Mirror and The Lamp:Romantic Theory and The Critical Tradition.oxfrod.
Agger,Ben.2003.Teori Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan implikasinya.Kreasi wacana.Yogyakarta.
Milner,Max.1992.Freud dan interfretasi  sastra. Intermassa: Jakarta






















 
mengandung arti laku-perbuatan lahiriah. Berbeda dengan akhlaj, ia adalah perbuatan suci yang terbit dari lubuk jiwa yang paling dalam, karenanyamempubnyai kekuatan yang hebat. Akhlak Islam adalah suatu sikapmental dan laku perbuatan yang luhur. Mempunyai hubungan dengan Zatyang Maha Kuasa, Allah s.w.t. Akhlak Islam adalah produk darikeyakinan atas kekuasaan dan keesaaan Tuhan, yaitu produk dari jiwatauhid.Dalam roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karyaHamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutamadari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moralZainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut ini :
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni,ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986 :27)
4.Mu’amalahMu’amalah merupakan ilmu jual beli atau transaksi yang biasanyaterjadi dalam dunia bisnis dan perdagangan.Berdasarkan hasil analisis penulis tentang nilai religiusitas yang terdapatdalam roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya Hamka, penulismemperoleh data bahwa besarnya pengaruh religiusitas yang mempengaruhiroman tersebut dan dapat kita lihat dari alur cerita yang sangatmengedepankan adat istiadat dan dari situlah telihat dengan jelas bahwa nilaikeagamaan /religius juga punya peranan penting.59
 
BAB VPENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman “Tenggelamnya Kapal VanDer Wijck” karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:1.Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang,karakter, gaya bahasa, dan amanat, dimana hubungan antar unsur dalamroman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehingggamenghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.2.Unsur religiusitas roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karyaHamka mengandung aspek aqidah, syariah, akhlak, dan mu’amalah yangtergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kentalmemasukkan unsur – unsur agama ke dalam roman ini.
5.2Saran
1.Penulis berharap hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan.60
 
2.Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi penggugahminat pada para pembaca untuk lebih mencintai karya sastra khususnyaroman.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.1997.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis
, edisiRevisi IV. Penerbit PT. Rineka Cipta.Atar, Simi. 1993.
Metode Penelitian sebuah Pengantar
. Jakarta: PusatPengembangan Bahasa Depdikbud.Drs.Nasruddin Razak.
Dienul Islam
.Hamka,1986.
Tenggelamny Kapal Van Der Wijck 
. Jakarta: PT Bulan Bintang.Kam.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
/Tim Penyusun Kamus PusatBahasa,ed.3.-cet.2.- Jakarta: Balai Pustaka.2002.Muhammad AM. 2000.
Jenis-Jenis Penelitian
. Unpublished. Articele.Moleong, L,J.
Metode Penelitian Kualitatif.
PT Remaja Kosdakarya. Bandung. Nurgiantoro, Burhan.2009.
Teori Pengkajian Fiksi.
Gadjah Mada UnivrersityPress.Sumardjono Jakop & Saini, KM. 1986.
Apresiasi Kesusastraan
. Jakarta; PT.Grammedia.Tarigan,Hendri Guntur.1986.
Prinsip Dasar-Dasr Sastra.
Bandung; PT Angkasa.61




 

GPMB

Gerakan Pemasyarakatan MInat Baca kab Bulukumba. Agenda yang sudah dilakukan 1. Bulukumba book Fair 2. Seminar Peningkatan Minat Baca ( kalangan Guru) 3. Lomba Menulis Cerpen 4. Lomba Cipta Baca Puisi

KKRB

Komite KOnsolidasi Rakyat Bukukumba

LMP

Laskar Merah Putih Bulukumba.
Copyright 2010 PERUBAHAN. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin l Home Recording l Blogger Template