Menemukan Makna
Belajar
Setiap orang belajar. Anak-anak,
mahasiswa, bahkan orang tua tak terkecuali. Setiap manusia belajar dengan
caranya sendiri. Ada yang belajar dengan cara menghadiri
perkuliahan, ada yang banyak membaca buku apa saja, serta ada yang belajar dari cerita dan pengalaman hidup orang. Belajar merupakan tradisi umat manusia.
perkuliahan, ada yang banyak membaca buku apa saja, serta ada yang belajar dari cerita dan pengalaman hidup orang. Belajar merupakan tradisi umat manusia.
Sebagai seorang mahasiswa, apa yang
terbayang di benak Anda ketika mendengar kata belajar? Mungkin jawabannya bisa
berbeda-beda. Tergantung cara pandang kita terhadap belajar itu sendiri.
Sebagian membayangkan duduk dan mendengarkan ucapan dosen sambil mengantuk.
Tugas-tugas yang bertumpuk. Ancaman mendapat nilai rendah atau malah di-DO.
Setidaknya ada beberapa hal yang
disepakati. Pertama belajar bukanlah pekerjaan yang meyenangkan. Kedua
belajar Anda lakukan seringkali karena terpaksa. Apakah terpaksa lulus, atau
terpaksa supaya dapat ijazah. Belajar menjadi kehilangan maknanya.
Boleh saja Anda membantah pemyataan di
atas. Tapi saya akan membuktikan bahwa Anda tidak lebih baik dan seorang bayi
yang juga belajar seperti Anda.
Pernahkah Anda memperhatikan seorang
bayi belajar berjalan? Dengan keberanian yang dimilikinya, ia melangkahkan kaki
selangkah demi selangkah. Namun apa hendak dikata bayi tersebut jatuh
tersungkur. Tapi, ia pantang menyerah. Tersungkur satu kali, dua kali, bahkan
puluhan kali tidak membuatnya jera untuk terus melangkah dan melangkah.
Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat sang bayi sudah dapat berjalan
sendiri.
Bagaimanakah bayi tersebut bisa belajar
berjalan dengan sukses? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab. Seorang
bayi tidak pernah diinstruksikan oleh orang tuanya atau siapa saja untuk
belajar berdiri tegak, menjaga keseimbangan, atau menyuruhnya berjalan
pelan-pelan supaya tidak jatuh. Tidak, sekali-kali tidak. Bayi tidak pernah
diberi bimbingan macam-macam. Padahal berjalan adalah suatu kegiatan kompleks
yang merupakan gabungan dari koordinasi gerak tubuh, keseimbangan dan
kestabilan. Bayi itu temyata berhasil melakukan tugas sulit tersebut tanpa
mendapatkan petunjuk teknis yang dibutuhkan.
Sedikitnya ada dua hal yang membuat
sang bayi berhasil. Pertama, ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan. Ia hanya tahu untuk mencoba dan
mencoba belajar dari pengalamannya sendiri. Ia tidak mau tersungkur untuk
selama-lamanya. Kedua, sang bayi selalu mendapat dukungan positif.
Ketika ia jatuh orangtuanya berkata, “Ayo nak berdiri lagi. Mama akan
membantumu.” Dan ketika ia berhasil, semua orang bergembira dan memberi selamat
atas keberhasilannya.
Sekarang mari kita bandingkan dengan
apa yang terjadi dengan diri Anda sekarang. Ketika dosen mulai menerangkan
pelajaran, mungkin Anda sudah berpikir kapan pelajaran akan usai. Ketika tugas
diberikan, Anda mungkin dongkol dengan dosen yang dianggap kelewatan dalam
memberi tugas. Dan saat menjelang ujian, jika Anda termasuk golongan mahasiswa
kebanyakan, Anda akan mulai sibuk mencari fotokopi catatan di sana-sini, pinjam
buku di perpustakaan, dan mulai menyiapkan kopi buat begadang. Dan ketika ujian
berlangsung, Anda merasakan tekanan yang luar biasa. Belajar menjadi sebuah
beban yang terpaksa Anda lakukan. Anda belajar karena hal itu sebuah tradisi.
Anda belajar karena ingin lulus, bukan karena Anda memang mencintai belajar.
Cara dan gaya Anda belajar tidak lebih baik dari apa yang bisa
dilakukan oleh seorang bayi. Semakin meningkatnya umur bukannya memberikan Anda
cara dan gaya belajar yang
lebih kreatif. Hari demi hari,
Anda terjebak dalam rutinitas belajar yang membosankan.
Setelah lulus apa yang terjadi?
Ternyata pasar tenaga kerja sering kesal dengan para fresh graduate ini.
Para lulusan dianggap tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup untuk menghadapi dunia nyata yang harus dihadapinya. Anda harus
ditraining kembali untuk bekerja. Padahal Anda telah belajar bertahun-tahun.
Enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk SMP, tiga tahun untuk SMA dan sekitar
empat sampai enam tahun di perguruan tinggi.
Tapi itulah yang terjadi. Hasil belajar
Anda tidak dihargai. Anda hanya dihargai dari selembar ijazah sebagai prasyarat
untuk melamar kerja. Selebihnya, Anda harus bersaing lagi, Anda harus dites
lagi dan akhirnya, Anda malah di-training kembali.
Temyata, ada yang salah dalam proses
pendidikan kita sekarang. Seorang sarjana teknik jadi pengusaha. Lulusan
ekonomi jadi wartawan. Tamatan ilmu komputer bekerja di bank. Memang hal itu
sah-sah saja, tapi rasanya ilmu
yang didapatkan menjadi kurang berguna.
Kita perlu mengubah semua kejadian
tadi. Kita perlu belajar kembali tentang bagaimana caranya belajar. Belajar
harus menjadi hal yang menyenangkan. Anda belajar bukan kerena terpaksa tetapi
karena belajar memang menyenangkan dan Anda mencintainya.
Bobbi de Porter memberikan pemecahan alternatif dengan
metode Quantum Learning. Nama Quantum sendiri menunjukkan
adanya lompatan besar terhadap cara pandang kita selama ini tentang belajar.
Dengan berbagai keterampilan teknis seperti membaca cepat,
teknik mencatat, bagaimana berpikir logis dan kreatif,
serta menghilangkan mitos “Aku tidak bisa”. Perubahan paradigma ini
diharapkan dapat memberikan hasil nyata terhadap kesuksesan Anda.
Belajar seperti ini, mengharuskan Anda
untuk memotivasi diri sendiri. Anda harus tahu manfaat apa yang bakal diperoleh
dari ilmu yang Anda pelajari. Bagaimana mungkin Anda termotivasi jika Anda
tidak tahu manfaat pekerjaan yang Anda lakukan? Anda tidak mungkin mengharapkan
pujian orangtua, mendapat dukungan dari teman-teman, atau harapan positif
lainnya. Anda harus secara aktif menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi diri Anda. Ketika semua orang tak lagi memotivasi, Anda harus
mencari lingkungan baru yang dapat memotivasi Anda. Jika hal itu pun tak dapat
dilakukan, setidaknya Anda masih punya diri sendiri untuk memberi semangat.
Jika kita melihat sejarah ke belakang,
kita akan temui banyak sekali orang yang belajar dengan benar. Anda pasti kenal
Aristoteles, seorang ahli hikmah dari Yunani. Anda juga perlu merujuk pada
ilmuwan muslim masa lalu. Al-Farabi yang ahli fisika, Ibnu Sina yang ahli
kedokteran, atau Jabir bin Hayyan yang ahli kimia serta banyak lagi lainnya.
Mereka adalah para ahli multi disiplin ilmu. Mereka sekaligus spesialis tak
tertandingi di bidangnya. Satu hal yang seringkali kita lupa bahwa kita pun
merniliki potensi yang sama dengan mereka. Hanya saja, mereka memanfaatkan potensi
tersebut sedangkan kita
mengabaikannya.
Apa yang membedakan mereka dari kita?
Tampaknya hanya satu hal yakni paradigma atau cara pandang mereka terhadap
proses belajar itu sendiri. Mereka belajar dengan cara menemukan lebih dahulu
apa manfaat dan bidang-bidang yang mereka kuasai. Mereka tidak ingin sekedar
prestise yang diperoleh dari selembar ijazah tapi ingin penguasaan yang
menyeluruh. Dengan demikian, mereka belajar dengan penuh rasa ingin tahu.
Mereka akan terus menggali ilmu dengan kesungguhan sampai maut memisahkan.
Agama menyuruh umatnya untuk giat
menuntut Ilmu. Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang
yang berilmu lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak berilmu. Nabi
mengajarkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun. Ilmu laksana
hikmah yang harus terus dicari, digali, dieksplorasi dan akhimya diambil dan
dimanfaatkan demi kebaikan. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qn’an yang menyuruh kita
menggunakan akal untuk berpikir, menggunakan hati untuk merenung, serta
memanfaatkan potensi diri sebesar-besarnya.
Sebagai seorang calon intelektual
kegiatan belajar merupakan makanan sehari-hari bagi Anda. Akan tetapi, sudahkah
Anda memiliki motivasi yang tepat, niat yang benar serta mampu melihat manfaat
dari setiap bidang yang Anda pelajari? Wallahu a’lam.
Insya Allah, dengan mengubah cara pandang
tentang belajar maka belajar Anda akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anda
tidak akan pernah lagi merasakan belajar sebagai sebuah beban melainkan
melihatnya sebagai sebuah tantangan. Anda akan memasuki wilayah eksplorasi ilmu
yang tiada habis-habisnya. Anda akan merasakan indahnya ilmu Allah SWT yang
saling terkait satu sama lain. Anda akan terus-menerus menemukan manfaat dan
minat-minat baru dalam belajar. Anda tidak akan pernah puas mereguk lautan
ilmu. Semakin banyakAnda mereguknya, Anda hanya akan semakin haus. Dan akhirnya
Anda akan menjadi seorang pelajar Quantum. Seorang yang belajar kapan saja, di
mana saja, dari siapa saja dan dengan cara apa saja. Anda bisa belajar di ruang
kelas, di kamar pribadi, di bus, atau di jalanan. Anda dapat memperoleh ilmu
dari dosen, teman, tukang ojek, atau bahkan anak-anak. Andajuga dapat belajar
dengan cara membaca buku, berdialog dengan orang lain, belajar dari pengalaman
pribadi dan pengalaman orang lain, atau belajar dan alam semesta dengan melihat
tanda-tanda kebesaran-Nya. Belajar Anda tidak lagi mengenal batasan tempat dan
waktu.
Related Article:
0 komentar:
Posting Komentar